Pengikut

    Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 19 Mei 2012

Pemuda Harus ber-pakarti Bela dan Bangun Negara Indonesia


Pemuda Harus ber-pakarti Bela dan Bangun Negara Indonesia
 Pemuda adalah generasi penerus bangsa dan merupakan sendi pokok pembangunan bangsa dan negara, oleh karena pembangunan harus dari dan ke arah pemuda agar bangsa ini mempunyai karaker ygni baik dan mesra sesama anak bangsa dan bagsa ini bisa tetap jaya dan tidak mengalami lost generation, pemuda harus bisa melihat sejarah bangsa yang telah diperjuangkan dengan darah dan nyawa jadi harus ber-pakarti bela dan bangun negara   Berbagai program pemerintah harus banyak memberdayakan Pemuda Indonesiabukan untuk membesarkan pengusaha nakal yang hanya merusak dan mengkorupsi uang negara.   Sebagai pemuda juga harus mempunyai keinginan kuat untuk berubah mempunyai karakter majikan bukan sebagai buruh saja, dengan membuka usaha kecil maka pemuda bisa belajar menjadi Majikan, sehingga lapangan pekerjaan dan perekonomian akan meningkat dengan sangat pesat.   Pemuda jaman sekarang harus pandai menggunakan Internet sebagai sarana berkreasi dan aksi yang positif guna pengembangan diri. Dari internet ini pemuda bisa :
  1. Mencari pendapatan dan sekolah beasiswa lewat internet melalui Website atau Blog.
  2. Mempromosikan produk buatannya baik itu makanan daerahpakaian daerah, dan lainnya.
  3. Menjadi afiliasi ( Produk worpress, dll )
  4. Memberikan info reseller produk-produk tertentu.
Disamping itu pemuda harus :   A. Peduli lingkungan
  1.  Bisa mendirikan /Pendiri sekolah non formal baik itu paud, TPQ, KF, Kursus dan lainnya.
  2. Menjadi Guru non formal : Guru NgajiGuru MadinGuru Kecakapan hidup ,Terapist,dll
  3. Memproduksi dan menjual barang dan jasa seperti : herbal atau jamu , menulis skripsi dan laporan PKL,
saya sendiri sebagai pemuuda telah mendirikan dan membangun sekolah baik formal maupun non formal gratis serta pengembangan kreativitas pemuda sebagai bentuk bakti dan bela negara yang kucinta.diantaranya bentuk tersebut yaitu :
  1. Diniyah Athfal Shidiqiin Wara`
  2. Dinyah Ula Shidiqiin Wara`
  3. Diniyah Wustho Shidiqiin Wara`
  4. Diniyah `Ulya Shidiqiin Wara`
  5. Ma`had ` Aly
Kegiatan lain yaitu : Ketua YGNI Banyumas, Mendirikan TBM Media Cerdik, ikut mempromosikan Visit Banyumas dan Jawa Tengah Year dll PemudaSumber diambil dari Pemuda Pakarti Purwojati 

Sabtu, 14 April 2012

Khilafah Islamiyah (Daulah Islam)


Khilafah Islamiyah (Daulah Islam)

Daulah Islam adalah suatu negara yang menerapkan sistem Islam.  Jadi bukan negara hanya unruk orang Islam saja, seluruh warganya baik yang Islam maupun non Islam dijamin hak-haknya oleh negara / khalifah. maka kalau ada khalifah sewenang - wenang terhadap warganya yang bukan non Islam maka wajib dilawan.
Khilafah atau Imamah adalah pengaturan tingkah laku secara umum atas kaum Muslim, artinya Khilafah bukan bagian dari akidah, tetapi bagian dari hukum syariah. Dengan demikian, Khilafah adalah masalah cabang yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan hamba. Mengangkat seorang khalifah adalah kewajiban seluruh kaum Muslim dan tidak halal bagi mereka hidup selama tiga hari tanpa adanya bai’at. Jika kaum Muslim tidak memiliki khalifah selama tiga hari maka seluruhnya berdosa hingga mereka berhasil mengangkat seorang khalifah. Dosa tersebut tidak akan gugur hingga mereka mencurahkan segenap daya dan upaya untuk mengangkat seorang khalifah dan memfokuskan aktivitasnya hingga berhasil mengangkatnya.
Kewajiban mengangkat seorang khalifah ditetapkan berdasarkan al-Quran, as-Sunah dan Ijmak Sahabat. Allah Swt. telah memerintahkan Rasul saw supaya menjalankan pemerintahan di tengah-tengah kaum Muslim dengan wahyu yang telah Dia turunkan kepadanya (QS al-Maidah [5]: 49). Seruan kepada Rasul saw. adalah seruan untuk umatnya selama tidak ada dalil yang mengkhususkan bagi Beliau saja. Dalam hal ini tidak ada dalil yang dimaksud, sehingga seruan tersebut ditujukan bagi seluruh kaum Muslim untuk mendirikan pemerintahan.

Imam Muslim juga meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasul saw. pernah bersabda:
مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
Siapa saja melepaskan tangan dari ketaatan kepada Allah, maka dia pasti akan bertemu Allah pada Hari Kiamat dalam keadaan tidak memiliki hujjah bagi-Nya. Siapa saja yang mati dan tidak ada baiat di pundaknya maka dia mati dalam keadaan mati Jahiliah. (HR Muslim).
Ijmak Sahabat juga telah menjadikan hal yang paling penting bagi mereka setelah wafat Nabi saw. adalah mengangkat seorang khalifah. Hal ini berdasarkan riwayat yang ada dalam dua kitab sahih dari peristiwa Saqifah Bani Saidah. Demikian juga setelah kematian setiap khalifah, secara mutawatir telah sampai adanya Ijmak Sahabat tentang kewajiban mengangkat seorang khalifah, bahkan mereka menjadikannya sebagai kewajiban yang paling penting. Hal itu dianggap sebagai dalil yang qath‘i. Ada juga Ijmak Sahabat yang mutawatir tentang ketidakbolehan kosongnya umat dari seorang khalifah pada satu waktu tertentu. Karena itu, wajib bagi umat mengangkat seorang khalifah atau menegakkan Khilafah. Seluruh umat diseru dengan kewajiban tersebut sejak awal wafat Nabi saw. hingga tibanya Hari Kiamat.
Dalam konteks Ijmak Sahabat mengenai kewajiban untuk mengangkat seorang khalifah ini terlihat jelas dari apa yang telah Sahabat lakukan dengan mendahulukan mengangkat seorang khalifah dan membaiatnya daripada memakamkan jenazah Rasul saw. Hal ini juga tampak jelas dari tindakan Umar bin al-Khaththab saat dia ditikam dan sedang menjelang kematian. Kaum Muslim meminta kepadanya untuk menunjuk pengganti, namun beliau menolak. Mereka sekali lagi meminta kepadanya. Lalu akhirnya beliau menunjuk sebuah tim yang beranggotakan enam orang. Dengan kata lain, dia telah membatasi pencalonan sebanyak enam orang yang akan dipilih dari mereka seorang khalifah. Dia tidak mencukupkan diri dengan keputusan itu, tetapi membuat batas waktu bagi mereka, yaitu tiga hari. Kemudian beliau berpesan, jika ada yang tidak sepakat terhadap seorang khalifah setelah tempo tiga hari, maka bunuhlah orang tersebut. Dia juga mewakilkan kepada mereka siapa yang akan membunuh orang yang tidak sepakat tersebut, padahal mereka adalah ahlu syurga dan Sahabat Besar. Mereka adalah Ali, Utsman, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah dan Saad bin Abi Waqash. Apabila mereka membunuh salah seorang di antara mereka sendiri manakala ia tidak sepakat untuk memilih seorang khalifah, hal itu menunjukkan adanya kepastian yang harus dipegang erat untuk memilih seorang khalifah.

Demikianlah, menegakkan Daulah Islamiyah/Khilafah Islamiyah adalah wajib atas seluruh kaum Muslim. Hal tersebut telah ditetapkan berdasarkan al-Quran, as-Sunnah dan Ijmak Sahabat.
Kesimpulan :
  1. Khilafah adalah perkara wajib dan merupakan bagian dari syariah Islam bukan syariah kafir.
  2. Khilafah adalah negara berdasarkan Islam, bukan untuk orang Islam saja.
  3. Khilafah Islam menjamin hak-hak warganya yang bukan non Islam.
  4. 3 perkara yang tidak boleh ditunda-tunda dalam Islam salah satu diantanya yaitu :
  • Mengurus jenazah harus cepat-cepat menguburnya
Waktu nabi Muhammad meninggal semua sahabat berpendapat (ijma` sahabat). harus cepat-cepat menentukan khalifah rasulullah (pengganti Muhammad) bukan menguburnya dulu, padahal mengubur adalah perkara syariah Islam yang hukumnya Fardhu kifayah dikalahkan dengan menentukan penentuan Khilafah Islam.

Hal ini menunjukan kewajiban yang mutlak untuk menegakkan khilafah Islam, bila di Indonesia menolak khilafah Islam, khilafah Islam akan tetap berdiri dan akan menundukkan dunia termasuk negara Arab Saudi, dengan kita atau tanpa kita Khilafah Islam akan segera berdiri di muka bumi ini, seperti yang dijanjikan oleh Allah dan rasulnya.

Minggu, 19 Februari 2012

Kelembagaan Kelompok Tani

Salah satu faktor penting didalam usaha meningkatkan kemajuan kelompok tani adalah dengan memperkuat Kelembagaan Kelompok Tani, ditengah persaingan yang demikian ketat dan semakin berat, dan ketika suatu kelompok membuka hubungan dengan fihak luar, memerlukan kesiapan dan manajemen kelembagaan yang kuat, solid dan telah berjalan, sehingga lebih mudah baik didalam penyusunan proposal untuk permohonan pinjaman kredit ke Bank, atau mau menjalin kemitraan dengan fihak lain, sehingga proses suatu kegiatan tidak terhambat hanya karena kelembagaan kelompok yang belum siap.

Beberapa hal penting dalam upaya untuk membangun Kelembagaan Kelompok Tani adalah :

Membangun Tujuan Kelompok Tani : Secara partisipatoris (melibatkan seluruh Anggota) menyusun dan merumuskan Tujuan Kelompok, yang jelas, rasionil dan bisa dicapai dalam jangka waktu tertentu, mewakili kepentingan seluruh anggota dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidupnya, terciptanya rasa memiliki dari para anggota sehingga semuanya secara kompak ikut memperjuangkan tujuan yang telah disepakati bersama, seringkali suatu kelompok tani tidak berjalan, karena tujuan yang tidak jelas dan samar-samar sehingga kurang difahami anggotanya.
Suksesi Kepemimpinan Kelompok Tani : Perlu dirumuskan dan disepakati bersama jangka waktu seseorang bisa menjabat sebagai Ketua Kelompok, karena biasanya seseorang menjabat posisi ketua selama puluhan tahun alias seumur hidup, hal ini terjadi karena kurangnya kader-kader kepemimpinan yang baru, atau mekanisme suksesi kepemimpinan belum berjalan.
Hasil Musyawarah dan kesepakatan seluruh anggota itulah suara tertinggi, bukan suara para pengurus kelompok, atau segelintir orang-orang yang memiliki pengaruh cukup kuat.
Administrasi Kelompok : Pencatatan seluruh Aktivitas Kelompok Tani.
Pencatatan Keuangan : Mencatat transaksi, membuat neraca keuangan kelompok tani.
Rencana Usaha Kelompok : Adalah penyusunan secara partisipatoris rencana-rencana kegiatan kelompok, dengan nilai skor tertinggi, yang paling mungkin dilaksanakan, Biaya yang tersedia, Sumber daya alam dan sumberdaya manusia, rasional dan bisa dilaksanakan dalam jangka waktu dekat.
Kesekretariatan : Adanya Alamat Kantor Kelompok Tani, sehingga memudahkan fihak luar apabila bermaksud mengunjungi atau survey ke Kelompok Tani untuk suatu urusan.
Proposal : Untuk mendapatkan pinjaman kredit lunak bagi modal usaha.

Menurut ahli kelembagaan kelompok tani, hanya cukup waktu 3 (tiga Tahun) sutu kelompok pemula dapat mencapai ke tingkatan kelompok maju, namun semuanya membutuhkan usaha dan kerja keras serta kedisiplinan yang tinggi dan yang paling dukungan dari seluruh anggota untuk kemajuan kelompoknya.


Mau Lebih lagi Informasinya Klik    :   www.yayasangurungajiindonesia.com :



kurang lengkap KLIK : www.yayasangurungajiindonesia.com

REFORMASI AGRARIA


REFORMASI AGRARIA MENUJU PERTANIAN BERKELANJUTAN:
KOMENTAR TERHADAP MAKALAH PROFESOR MUBYARTO


Pendahuluan

Profesor Mubyarto berpendapat bahwa jika kita ingin mengadakan pembaruan atau reformasi agraria maka harus ada kesediaan meninjau kembali konsep dan pengertian sistem dan usaha agribisnis. Bagi Profesor Mubyarto, sebagian besar kegiatan bertani (farming) di Indonesia bukanlah “business”, melainkan kehidupan (livelihood) dan way of life yang tidak semuanya dapat dibisniskan. Paradigma agribisnis yang dicanangkan Departemen Pertanian saat ini merupakan jiplakan begitu saja apa yang terjadi di Amerika, sama sekali tidak cocok dengan tatanan dan budaya kita. Ini adalah kesalahan para doktor ekonomi pertanian lulusan Amerika yang tanpa ragu-ragu sering mengatakan bahwa farming is business.
Saya mungkin salah seorang ekonom pertanian lulusan Amerika yang termasuk golongan “tertuduh bersalah” menganut dan menyebarluaskan pemikiran bahwa farming is business karena Profesor Mubyarto dan saya sama-sama alumni Iowa state University, Ames, Amerika Serikat. Sebagai seorang ilmuwan democrat saya yakin Profesor Mubyarto akan bersedia mendengar klarifikasi “sang tertuduh” juniornya ini. Untuk itu saya merasa wajib meminta maaf terlebih dahulu atas kelancangan saya menganut pemikiran yang sangat berbeda dan mengemukakannya secara terbuka di hadapan khalayak ramai.
Saya sependapat dengan Profesor Mubyarto bahwa reformasi agraria harus berarti pembaruan agraria yang menyumbang pada upaya mengatasi kemiskinan atau meningkatkan kesejahteraan mereka yang paling kurang beruntung di pedesaan. Namun, saya tidak sependapat dengan pandangan beliau bahwa paradigma agribisnis tidak konsisten dengan arah reformasi agraria yang berkerakyatan tersebut. Paradigma agribisnis dapat diadaptasikan dengan kondisi kontekstual Indonesia termasuk dalam perumusan reformasi agraria.

Farming is Livehood
Hemat saya, pendapat Profesor Mubyarto bahwa “bertani tetap merupakan kehidupan (livehood)” tidak berlaku umum danharus tidak boleh dijadikan sebagai arah kebijakan jangka panjang. Bahwa pertanian skala kecil dan buruh tani merupakan kehidupan atau mata pencaharian bagi puluhan juta penduduk Indonesia, saya sangat setuju. Bagi saudara-saudara kita ini, pertanian merupakan salah satu pekerjaan pokoknya, sumber pangan pokoknya, dan sumber pendapatan utamanya agar keluarganya dapat hidup layak dan bermartabat. Ini khususnya benar di pedesaan terpencil dimana alternatif lapangan usaha atau lapangan kerja non-pertanian sangat terbatas atau praktis tidak ada. Bagi mereka, tidak ada alternatif mata pencaharian selain bertani. Bertani adalah untuk kelangsungan hidup.
Namun di banyak daerah pedesaan, yaitu dimana telah berkembang industri atau usaha non-pertanian atau memiliki akses ke perkotaan yang menyediakan alternatif lapangan kerja, bertani bukanlah satu-satunya sumber penghidupan. Ada banyak daerah pedesaan, khususnya di Jawa, dimana sumber utama pendapatan penduduknya adalah usaha non-pertanian. Bertani hanyalah sebagai sumber pendapatan tambahan. Keluarga tani tidak dapat hidup layak jika hanya mengandalkan pertanian.
Justru agenda kegijakan yang paling mendesak ialah bagaimana petani gurem dan buruh tani tidak lagi mengandalkan pertanian sebagai kehidupan keluarganya. Masalah pokoknya ialah luas baku lahan pertanian produktif tidak memadai untuk memberikan kehidupan yang layak bagi keluarga tani. Tutal luas lahan pertanian kurang dari 40 juta hektar sedangkan jumlah keluarga tani lebih dari 20 juta. Sehingga kalaupun lahan yang ada dibagi rata, seluruh usaha tani tetap gurem, tidak memadai untuk menopang kehidupan yang layak bagi keluarga tani.
Mempertahankan bertani tetap menjadi kehidupan petani gurem dan buruh tani berarti membelenggu kaum miskin pedesaan dalam lingkaran setan kemiskinan. Pemikiran macam ini hanya melestarikan involusi pertanian yang berujung pada pemerataan kemiskinan (sharing poverty). Saya kira kita semua, termasuk Profesor Mubyarto, pasti tidak menghendaki hal ini terjadi.
Fenomena semakin bertambahnya penduduk miskin di pedesaan justru akibat dari meningkatnya jumlah penduduk yang mengandalkan bertani sebagai kehidupan. Farming is livelihood adalah akar masalah kemiskinan di pedesaan yang harus diberantas. Kemiskinan di pedesaan hanya dapat diberantas dengan mengurangi jumlah petani gurem dan buruh tani melalui penyediaan livelihood non-pertanian. Dalam hal ini saya setuju dengan Profesor Mubyarto, kekeliruan kita di massa lalu ialah terlalu mendahulukan industrialisasi berbasis eksternal dan terpusat di perkotaan sehingga gagal menjadikan lapangan kerja yang memadai untuk mengurangi tekanan angkatan kerja di sektor pertanian.
Dengan demikian, tantangan kita, pemerintah khususnya, justru bagaimana agar bertani tidak lagi menjadi kehidupan bagi petani gurem dan buruh tani. Untuk itu yang harus dilakukan ialah menyediakan sumber kehidupan alternatif, usaha non-pertanian, yaitu agroindustri dan industri kecil pedesaan lainnya. Dalam konteks inilah, berbeda dengan Profesor Mubyarto, saya melihat pengembangan agribisnis atau pertanian dalam arti luas sungguh tepat. Yang harus dipertanyakan ialah apakah sudah ada program dan kebijakan konkrit untuk menumbuh-kembangkan agribisnis dan industri pedesaan tersebut?
Dalam kaitannya dengan pembaruan agraria, saya sependapat kalau pembaruan penataan agraria harus tetap didasarkan pada pertimbangan bahwa pertanian adalah kehidupan bagi sejumlah besar penduduk pedesaan. Sistem sakap menyakap lahan, misalnya, harus ditata ulang sehingga memberi akses yang lebih mudah dan pembagian hak maupun kewajiban yang lebih adil bagi penggarap. Sementara itu, pembaruan agraria juga harus pula dirancang sehingga mampu mendorong tumbuh-kembangnya agribisnis dan industri kecil di pedessaan agar tekanan penduduk terhadap lahan berkurang. Dengan begitu, jumlah penduduk yang menggantungkan hidupnya pada pertanian dapat berkurang.


Farming is Business

Berbeda dengan Profesor Mubyarto, bagi saya, farming skala kecil atau usaha tani gurem pun adalah bisnis. Agribisnis tidak hanya perusahaan pertanian berskala bessar, yang menjanjikan keuntungan sangat besar, seperti PT. QSAR yang sudah bangkrut dan bikin heboh itu. Bagi saya small farming is a business too! Pengertian agribisnis tidak ada hubungannya dengan skala usaha. Asalkan bekerja pada tatanan pasar pertukaran dan berorientasi untuk mengoptimalkan tujuan atau kepuasan, bertani skala besar maupun skala kecil adalah usaha bisnis.
Bahwa pertaniaan gurem juga usaha bisnis dapat diuji dengan fakta berikut: petani gurem membeli sarana produksi dan menjual hasil usahatani, responsif terhadap perubahan harga sarana produksi dan harga hasil usahatani, memilih teknologi dan jenis tanaman (atau ternak, ikan) yang lebih menguntungkan. Banyak studi empiris membuktikan bahwa petani gurem di negara-negara berkembang rasional secara ekonomi. Bagi saya, rasionalitas ekonomi inilah, sudah menjadi ciri dasar suatu usaha bisnis. Tidak dapat terhindarkan, pada sistem perekonomian pasar farming is business.
Dewasa ini, farming is business adalah realita yang harus kita terima. Farming is business tidak meniscayakan argumenfarming is livelihood dan farming is part of cultureFarming is not business hanya ada pada masa silam tatkala penduduk kita hidup subsisten, semua kebutuhan hidup dihasilkan dari pekerjaan sendiri. Farming is not businesstinggal hanya dalam kenangan sejarah peradaban manusia.
Bukti yang paling gamblang bahwa pertanian gurem is business ialah penggunaan buruh tani sewaan dan traktor sewaan oleh petani kecil, petani penyakap dan petani penggarap. Kenapa mereka tidak melulu mengandalkan tenaga kerja keluarga yang mestinya tersedia cukup memenuhi kebutuhan usahatani yang sangat kecil. Jawabannya ialah pertimbangan bisnis.
Saya condong meraba-raba, pendapat Profesor Mubyarto bahwa farmings are not all business lebih merupakan keinginan subyektif beliau daripada gambaran realita. Barangkali keinginan idealistik tersebut berkaitan dengan obsesi beliau agar Indonesia mengadopsi Sistem Ekonomi Paancasila. Namun kita masih menunggu gagasan Profesor Mubyarto untuk mengoperasionalkan konsep yang sungguh indah tersebut. Kata kuncinya ialah etika dan moral bisnis yang tidak mudah disosialisasikan.
Dengan demikian, reformasi agraria hendaklah dirancang  antara lain dengan pertimbangan bahwa farming, small and large, are all business enterprises. Pembaruan agraria harus tetap mempertimbangkan dampaknya terhadap efiiensi usaha tani sebagai bisnis. Sudah barang tentu, efisiensi ekonomi tidaklah segalanya. Pembaruan agraria harus tetap memperhatikan aspek keadilan dan moral seperti yang dipaparkaan oleh Profesor Mubyarto. Saya yakin keadilan tidak selalu bertentangan bahkan dapat sinergis dengan efisiensi ekonomi.


Agribisnis sebagai Paradigma Pembangunan Pertanian

Profesor Mubyarto menolak tegas strategi agribisnis yang oleh para pemimpin Departemen Pertanian diakui sebagai strategi baru yang dianut saat ini. Alasan beliau ialah karena usaha tani kecil yang masih dominan saat ini bukanlah bisnis. Agrobisnis hanyalah ussaha pertanian berskala besar. Strategi pembangunan agribisnis akan menyebabkan perhatian pemerintah bias bagi pengembangan usaha pertanian skala besar, atau berkurangnya perhatian pada petani gurem, penyakap dan penggarap yang kegiatannya, bagi Profesor Mubyarto, bukan bisnis.
Berpegang ada argumen sebelumnya, sekali lagi saya berbeda pendapat dengan Profesor Mubyarto. Usahatani gurem, sakap dan garap adalah juga usaha bisnis sehingga tidak dapaat dijadikan argumen untuk menolak strategi agribisnis yang dicanangkan Depertmenn Pertanian. Masalahnya barangkali bukanlah pada strategi itu sendiri. Kuncinya ialah bagaimana program dan kebijakan operasional pengembangan sistem dan usaha agribisnis tersebut lebih difokuskan bagi pemberdayaan dan pengembangan petani gurem, penyakap dan penggarap tersebut. Inilah yang saya kira perlu kita tuntut dari Departemen Pertanian.
Selain pandangan terhadap sifat farming is a business, dimensi kedua dari paradigma agribisnis ialah pemikiran bahwa bertani atau agriculture tidak bersifat terisolir, bebas dari pengaruh kontekstual off-farm. Paradigma agribisnis berpandangan bahwa usahatani sangat dipengaruhi oleh lingkungan strategis off-farm seperti sistem pemasaran input dan output, pasar input dan output internasional, nilai tukar rupiah, kebijakan perbankan, dan sebagainya. Saya kira pandangan ini benar adanya. Bukankah anjlognya harga gabah petani karena akibat dari penurunan harga beras dunia dan menguatnya rupiah? Bukankah kasus langkanya pupuk di tingkat petani adalah akibat dari tidak baiknya sistem distribusi?
Jika pemikiran ini dapat diterima maka konsep pembangunan sistem agribisnis sangat kontekstual bagi pertanian di Indonesia. Dalam perspektif agribisnis, reformasi agraria merupakan salah saru operasionalisasi dari penataan sistem agribisnis. Peraturan atau hukum agraria merupakan penunjang dalam sistem agribisnis.
Profesor Mubyarto benar, konsep agribisnis diimpor dari Amerika. Konsep ini pada awalnya digagas oleh Profesor Goldberg dan Davis, keduanya warga Amerika, berdasarkan studi kasus Amerika. Tetapi apakah kita harus fobi dengan semua yang impor, termasuk ilmu pengetahuan? Barangkali yang perlu kita gugat ialah apakah konsep tersebut cocok untuk konteks Indonesia, kalau tidak apa alternatif yang lebih sesuai atau bagaimana mengadaptasikannya sehingga pas dengan permasalahan yang kita hadapi.


Penutup

Berbeda dengan Profesor Mubyarto, bagi saya agenda pokok bukanlah meninjau ulang konsep dan pengertian sistem dan usaha agribisnis yang telah dicanangkan Departemen Pertanian sebagai strategi pembangunan pertanian saat ini. Yang kita tunggu-tunggu ialah program dan kebijakan komprehensif ebagai operasionalisasi dari konsep dan strategi tersebut. Termasuk dalam hal ini format reformasi agraria yang bagaimanakah yang dapat mewujudkan operasionalisasi konsep tersebut. Namun dalam hal prinsip dasar bahwa reformasi agraria harus menyumbang pada upaya mengatasi kemiskinan saya sangat sependapat dengan Profesor Mubyarto.
Strategi yang lebih tepat untuk mengurangi jumlah penduduk miskin di pedesaan ialah dengan mengurangi tekanan penduduk terhadap lahan atau mengurangi jumlah petani melalui penyediaan lapangan kerja alternatif di sektor non-pertanian. Fungsi pertanian sebagai kehidupan harus dikurangi. Untuk itu pengembangan agribisnis dalam arti luar di pedesaan merupakan langkah yang tepat.
Reformasi agraria mutlak perlu untuk memfasilitasi pertanian berkelanjutan sebagai basis dari agribisnis di pedesaan. Termasuk dalam hal ini antara lain: kepastian kepemilikan lahan yang menjadi salah satu faktor resiko usaha pertanian saat ini, pencegahan fragmentasi dan upaya konsolidasi lahan pertanian, pengendalian konversi lahan pertanian, serta pengaturan sistem sakap-menyakap dan bagi hasil lahan pertanian. Sayang, issu-issu ini tidak sempat dibahas Profesor Mubyarto.



Dr. Pantjar Simatupang
, Pusat Agro-Ekonomi (PAE), Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Makalah diskusi panel "Pembaruan Agraria", Departemen Pertanian, Hotel Salak, Bogor, 11 September 2002.




MAU LEBIH LAGI INFORMASINYA KLIK DI :


www.yayasangurungajiindonesia.com